Warna Merah dan Putih yang Sengaja Dipisahkan
bendera merah putih/Foto: pexels.com/just baf
Dengan alasan keamanan, Husein Mutahar membagi bendera Indonesia tersebut menjadi dua, yaitu warna merah dan putih, lalu di masukkan ke dalam dua tas yang berbeda.
Ketika Presiden Soekarno kembali dari pengasingan di Bangka Belitung, bendera tersebut disatukan kembali. Setelah itu, bendera dibawa ke Yogyakarta dan dikibarkan di Gedung Agung pada 17 Agustus 1949.
Foto: pexels.com/just baf
Sejarah Fatmawati Saat Menjahit Bendera Merah Putih
Dilansir dari laman resmi Kemdikbud, setelah Indonesia diperkenankan merdeka oleh Jepang, terdapat penyelenggaran sidang tidak resmi pada tanggal 12 September 1944 yang dipimpin Ir. Soekarno.
Hal yang dibahas pada sidang tersebut adalah pengaturan pemakaian bendera dan lagu kebangsaan yang sama di seluruh Indonesia. Hasil dari sidang ini adalah pembentukan panitia bendera kebangsaan merah putih dan panitia lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Setelah hasil rapat ditentukan, panitia bendera kebangsaan merah putih memilih warna merah dan warna putih sebagai simbol. Merah berarti berani dan putih berarti suci. Kedua warna ini sampai saat ini menjadi jati diri bangsa.
Atas permintaan Soekarno kepada Shimizu, kepala barisan propaganda Jepang(Sendenbu), Chaerul Basri diperintahkan mengambil kain dari gudang di Jalan Pintu Air.
Kemudian bendera Merah Putih dijahit oleh Ibu Fatmawati dari kain tersebut. Bendera Merah Putih yang dijahit Fatmawati terbuat dari bahan katun Jepang berukuran 276 x 200 cm.
Bendera tersebut dikibarkan pertama kali pada Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56 (kini Jalan Proklamasi), Jakarta oleh Latief Hendraningrat dan Suhud.
Pada tahun 1946-1968, bendera tersebut dikibarkan hanya pada saat 17 Agustus saja. Sejak tahun 1969, bendera itu tidak berkibar lagi karena sobek, tapi disimpan di Istana Merdeka.
Sesudah tahun 1969, bendera merah putih duplikat dikibarkan tiap 17 Agustus. Bendera duplikat terbuat dari sutera.
Saksikan juga: Resign dari Pramugari, Demi Total Merawat ODGJ
[Gambas:Video 20detik]
JAKARTA - Tiada yang menyangsikan 'daya magis' dari Bendera Merah Putih. Saban hari Bendera Merah Putih berkibar, nyali dan semangat pejuang kemerdekaan Indonesia meningkat. Penjajah Belanda hingga Jepang mengetahui hal itu. Mereka acap kali melarang pengibaran bendera.
Namun, semua berubah ketika Jepang menjanjikan Indonesia merdeka. Bendera itu dibolehkan mengudara. Semuanya bersuka cita. Fatmawati apalagi. Ia pun menjahit khusus bendera untuk dikibarkan di hari kemerdekaan Indonesia.
Mata rantai penjajahan tak melulu dapat diputus dengan angkat senjata. Pejuang kemerdekaan memahami benar hal itu. Mereka menggunakan segala cara untuk satu tujuan: merdeka. Propaganda jadi salah satu cara. Propaganda yang paling mampu membakar semangan adalah dengan mengandalkan simbol-simbol perlawanan.
Bendera Merah Putih dan lagu kebangsaan Indonesia Raya adalah beberapa di antaranya. Pejuang kemerdekaan acap kali menggunakan kedua elemen itu ketika mengorganisir massa untuk meruntuhkan ‘benteng’ kolonialisme. Soekarno bahkan terang-terangan menggunakan keduanya (bendera dan lagu) tiap membakar semangat rakyat dari mimbar ke mimbar.
Hasilnya menakjubkan. Semangat kaum bumiputra meningkat. Ajian itu begitu ditakuti oleh penjajah Belanda. Gerakan pejuang kemerdekaan pun diganggu. Mereka diancam oleh Belanda dengan hukuman penjara dan pengasingan. Namun, semangat kemerdekaan tetap menyala.
Jepang yang menggantikan Belanda sebagai penjajah pun sama. Empunya kuasa takut dengan aksi pengibaran bendera Indonesia. Satu-satunya bendera yang boleh berkibar adalah bendera Jepang. Selain itu tidak dibolehkan karena dianggap dapat menggangu eksistensi Jepang di wilayah jajahan.
Pada akhirnya, Jepang pun melunak. Ia yang mulai menelan kekalahan di Perang Dunia II tengah memberikan Indonesia kebebasan. Mereka menjanjikan Indonesia merdeka. Bendera dan lagu kebangsaan Indonesia boleh digunakan di mana saja. Untuk tujuan apa saja pada 1944.
“Lalu, bagaimanakah kisah di balik keberadaan Sang Saka Merah Putih? Setahun sebelum Indonesia merdeka, Jepang sudah menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia. Itulah sebabnya mengapa Jepang sudah mengizinkan para pemuda dan pejuang Indonesia untuk menggunakan simbol-simbol kebangsaan seperti bendera merah putih ataupun menyanyikan lagu Indonesia Raya tanpa harus sembunyi-sembunyi.”
“Soekarno merasa sangat bangga dengan hal tersebut. Soekarno yakin bahwa keputusan Jepang tersebut sangat membantunya dan para pejuang lainnya untuk bisa membangkitkan semangat juang para pemuda pemudi Indonesia pada waktu itu. Namun sayangnya, Soekarno dan Fatmawati mengalami kesulitan untuk memperoleh bendera merah putih. Pada waktu itu, hanya ada kain goni, dan kain tersebut terlalu berat untuk dikibarkan sebagai sebuah bendera,” ungkap Abraham Panumbangan dalam buku The Uncensored of Bung Karno (2016).
Fatmawati Jahit Bendera Merah Putih
Soekarno dan istrinya, Fatmawati ikutan merundingkan perihal bendera yang mampu merepresentasikan Indonesia. Keduanya ingin supaya Indonesia memiliki bendera dengan ukuran dan bahan yang bagus. Soekarno pun mengusulkan wanita yang akrab disapa Ibu Fat untuk segera mencari bantuan.
Ibu Fat tak kehilangan akal. Ia meminta tolong kepada pemuda yang bernama Chairul Bahri. Pemuda itu diminta Fatmawati untuk meminta bahan bendera kepada pesohor Jepang yang pro kemerdekaan Indonesia, Shimizu.
Semua itu dilakukan karena mencari bahan bendera tak mudah pada masa itu. Apalagi Jepang terlibat dalam Perang Dunia II. Bahan-bahan kain sedang krisis. Kalaupun ada, maka penguasa Jepang yang menguasai. Karenanya, Ibu Fat menemukan bantuan yang tepat.
Kuasa Shimizu membuatnya mendapat beberapa lembar kain untuk dijahit jadi Bendera Merah Putih. Sebab, Shimizu dengan lihai membujuk militer yang menjaga gudang milik Jepang. Fatmawati senang bukan main. Ia langsung menjahit bendera itu.
Bendera itu pula jadi bendera yang paling bersejarah. Bendera Merah Putih jahitannya jadi bendera yang digunakan saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Tak hanya itu, setelahnya bendera itu sempat dipakai beberapa kali untuk memeriahkan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia.
“Ketika akan melangkahkan kakiku keluar dari pintu terdengarlah teriakan bahwa bendera belum ada, kemudian aku berbalik mengambil bendera yang aku buat tatkala Guntur masih dalam kandungan, satu setengah tahun yang lalu.”
“Bendera itu aku berikan pada salah seorang yang hadir di tempat di depan kamar tidurku. Nampak olehku di antara mereka adalah Mas Diro (Sudiro ex Walikota DKI), Suhud, Kolonel Latief Hendraningrat. Segera kami menuju ke tempat upacara, paling depan Bung Karno disusul oleh Bung Hatta, kemudian aku,” terang Fatmawati dalam buku Catatan Kecil bersama Bung Karno (2016).
Bendera Pusaka Merah Putih yang asli diketahui dijahit oleh Fatmawati yang merupakan istri dari Ir. Soekarno. Bendera tersebut awalnya akan digunakan untuk Proklamasi Kemerdekaan RI pada 1945.
Menyadur dari Kemdikbud.go.id, penjahitan ini awalnya yakni atas permintaan Soekarno kepada Shimizu yang merupakan Kepala Barisan Propaganda Jepang atau Sendenbu, Chaerul Basri yang diperintahkan untuk mengambil sebuah kain di gudang yang terletak di Jalan Pintu Air dan diantarkan ke Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta. Kemudian, kain tersebut dijahit oleh Fatmawati.
Namun, masih banyak yang mempertanyakan di mana bendera pusaka merah putih yang asli dijahit Fatmawati. Bendera tersebut kini berada di Jakarta Pusat di tempat Cagar Budaya. Bendera tersebut ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Nomor: 003/M/2015 tanggal 9 Januari 2015 dengan nama cagar budaya Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih.
Bendera tersebut dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945 di Jalan Proklamasi yang dulunya disebut Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta oleh Latief Hendraningrat dan Suhud. Saat perpindahan pemerintahan ke Yogyakarta, keberadaan di mana bendera pusaka merah putih yang asli dijahit Fatmawati itu juga dibawa oleh Soekarno dengan koper.
Baca Juga: Sejarah Paskibraka: Ada Sejak Era Soekarno, Dicetuskan Tahun 70-an, Diresmikan Kemenpora
Ketika Belanda menduduki Yogyakarta, Soekarno menitipkan bendera tersebut ke ajudan bernama Husein Mutahar. Husein pun mengungsi dengan membawa tas berisi di mana bendera pusaka merah putih yang asli dijahit Fatmawati berada. Untuk mengamankannya, Husein melepaskan benang jahitan bendera sehingga kain merah dan putihnya terpisah dan dibawa dalam dua tas yang terpisah.
Pada 1949, Soekarno menanyakan di mana bendera pusaka merah putih yang asli dijahit Fatmawati dan Husein pun menjahit dan menyatukan kembali bendera itu mengikuti lubang jahitannya. Bendera disamarkan dengan bungkusan kertas koran dan diserahkan kepada Soejono untuk diserahkan ke Soekarno. Kemudian pada 17 Agustus 1948, bendera tersebut dikibarkan di Gedung Agung.
Pada 28 Desember 1949, satu hari pascapenandatanganan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda di Den Haag, Soekarno menyimpann bendera itu di peti berukir dan dterbangkan dari Yogyakarta ke Jakarta dengan Garuda Indonesia Airways.
Sejak disahkannya Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1958 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia, bendera itu ditetapkan sebagai bendera pusaka yang dikibarkan setiap tahun pada 17 Agustus.
Namun pada 1967, bendera tersebut rapuh dan Bendera Pusaka akhirnya dikibarkan terakhir pada 1968 dan diganti dengan dupilkatnya. Kini di mana bendera pusaka merah putih yang asli dijahit Fatmawati berada yaknii di Ruang Bendera Pusaka, Istana Merdeka.
Baca Juga: HUT RI Malah Pasang Bendera Inggris, Emak-Emak Salting: Pikirku Merah Putih Juga
Kontributor : Annisa Fianni Sisma
TEMPO.CO, Jakarta - Bendera merupakan simbol identitas dan kedaulatan sebuah negara. Namun, ada dua negara di dunia yang memiliki bendera yang hampir identik, yakni negara Indonesia dan Monako. Kedua bendera ini sama-sama terdiri dari dua garis horizontal merah di atas putih.
Lalu, bagaimana sejarah dan perbedaan bendera kedua negara tersebut?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari World Atlas, bendera merah putih Monako pertama kali dipatenkan pada 4 April 1881 pada masa Pangeran Charles III. Sementara itu, bendera Indonesia secara resmi menjadi bendera negara pada 17 Agustus 1945, tepat pada hari kemerdekaan.
Dikutip dari flagmakers.co.uk, lambang pada bendera Monako sebelumnya telah mewakili negara tersebut selama dinasti Grimaldi berkuasa, yakni sejak awal abad ke-15. Meskipun desainnya telah berubah secara bertahap selama bertahun-tahun, elemen utamanya tetap sama.
Awalnya, Monako menolak mengakui bendera Indonesia karena merasa mereka lebih dulu menggunakannya. Negara ini juga sempat meminta Indonesia untuk mengubah warna bendera Indonesia.
Namun, pemerintah Indonesia menolak permintaan tersebut karena pemilihan warna merah putih ini berdasarkan sejarah panjang di masa lalu, yakni terinspirasi dari bendera Kerajaan Majapahit yang sudah ada jauh sebelum kerajaan Monako terbentuk.
Perbedaan yang paling mendasar adalah dari segi dimensi atau rasio bendera. Dikutip dari Britannica, bendera Indonesia memiliki rasio lebar dan panjang 2:3, yang membuatnya tampak lebih panjang dan ramping. Sementara bendera Monako memiliki rasio 4:5, sehingga terlihat lebih lebar dan mendekati bentuk persegi.
Warna merah pada bendera Indonesia menggunakan Pantone Matching System (PMS) Red: 032, sedangkan bendera Monako menggunakan Red: 032 C. Selain itu, perbedaan ini juga dapat dilihat melalui proses CMYK (Cyan, Magenta, Yellow, Key), di mana perpaduan warna merah pada bendera Indonesia adalah Cyan 0 persen, Magenta 90 persen, Yellow 86 persen, dan Key 0 persen.
Selain dimensi, makna dari warna pada bendera juga berbeda. Merah dalam bendera Indonesia melambangkan darah dan simbol keberanian, sementara warna putih melambangkan kesucian. Sedangkan warna merah dan putih dalam bendera Monako merupakan warna yang identik dengan House of Grimaldi, dinasti yang berperan dalam sejarah berdirinya negara Monako.
Indonesia dan Monako akhirnya bersepakat terkait persamaan kedua bendera merah putih tersebut. Mereka sepakat untuk meletakkan dimensi rasio sebagai pembeda paling mendasar antara bendera kedua negara. Dengan demikian, meskipun terlihat sama, kedua bendera ini memiliki perbedaan yang signifikan baik dari segi dimensi, warna, makna, maupun sejarahnya.
Meskipun bendera Indonesia dan Monako sering dimiripkan, memahami perbedaan mendasar di antara keduanya membantu kita menghargai keunikan dan sejarah masing-masing negara.
Semua negara di dunia memiliki bendera yang bertindak sebagai simbol negara. Namun lebih dari itu, sebuah bendera juga merepresentasikan kedaulatan suatu bangsa. Oleh karenanya, bendera tidak boleh digunakan secara sembarangan.
Setiap negara memiliki warna benderanya masing-masing. Misalnya, Indonesia yang benderanya identik dengan warna merah di bagian atas dan putih di bagian bawah dengan ukuran yang sama. Bendera Merah Putih pertama kali dijahit oleh Fatmawati, lho Beauties.
Tidak sampai di situ saja, bendera yang selalu dikibarkan saat perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia ini juga menyimpan banyak sejarah menarik. Bagaimana sejarah bendera Indonesia ini? Baca ulasan berikut seperti yang dilansir dari CNN Indonesia berikut ini, ya Beauties!
Tahun Terakhir Bendera Merah Putih Asli Dikibarkan
Sang merah putih/Foto: pexels.com/el jusuf
17 Agustus 1968 menjadi tahun terakhir bendera merah putih yang dijahit oleh Fatmawati dikibarkan. Hal ini dikarenakan kondisinya yang sudah sangat rapuh dan warnanya pun memudar.
Sejak saat itu, Indonesia selalu menggunakan duplikasi bendera merah putih setiap perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia. Bendera merah putih yang asli disimpan di vitrin yang terbuat dari kaca anti peluru di ruang Bendera Pusaka di Istana Merdeka.
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!
TRIBUNNEWS.COM - Bendera dijadikan sebagai identitas sebuah negara.
Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia, yakni Bendera Merah Putih.
Melansir kemdikbud.go.id, Bendera Merah Putih terbuat dari bahan katun halus (setara dengan jenis primissima untuk batik tulis halus), warna merah putih.
Warna asli merah bendera adalah merah serah yaitu merah jernih (bukan merah nyala, bukan merah tua, bukan merah muda, atau merah jambu).
Biasanya, Bendera Merah Putih dikibarkan saat upacara hingga acara perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia 17 Agustus.
Sebagai informasi, peringatan HUT ke-79 RI tahun 2024 jatuh pada hari Sabtu (17/8/2024).
Pada tanggal 7 September 1944, Dai Nippon menyiarkan kabar Indonesia diperkenankan untuk merdeka kemudian hari. Maka dari itu, Chuuoo Sangi In (badan yang membantu pemerintah pendudukan Jepang terdiri dari orang Jepang dan Indonesia) menindaklanjuti izin tersebut dengan mengadakan sidang tidak resmi pada tanggal 12 September 1944, dipimpin oleh Ir. Soekarno.
Hal yang dibahas pada sidang tersebut adalah pengaturan pemakaian bendera dan lagu kebangsaan yang sama di seluruh Indonesia. Hasil dari sidang ini adalah pembentukan panitia bendera kebangsaan merah putih dan panitia lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Panitia bendera kebangsaan merah putih menggunakan warna merah dan warna putih sebagai simbol. Merah berarti berani dan putih berarti suci. Kedua warna ini sampai saat ini menjadi jati diri bangsa Indonesia.
Sementara itu, ukuran bendera ditetapkan sama dengan ukuran bendera Nippon yakni perbandingan antara panjang dan lebar tiga banding dua.
Baca juga: Teks Doa Malam Tirakatan Peringatan HUT ke-79 RI 2024, Berisi Rasa Syukur Nikmat Kemerdekaan
Dikutip dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, selain bermakna berani dan suci, kombinasi warna merah dan putih telah digunakan dalam sejarah kebudayaan dan tradisi di Indonesia pada masa lalu. Kombinasi merah dan putih digunakan pada desain sembilan garis merah putih bendera Majapahit.
Panitia bendera kebangsaan merah putih ini diketuai oleh Ki Hajar Dewantara dengan anggota Puradireja, Dr. Poerbatjaraka, Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat, Mr. Moh. Yamin, dr. Radjiman Wedyodiningrat, Sanusi Pane, KH. Mas Mansyur, PA Soerjadiningrat, dan Prof. Dr. Soepomo.
Kemudian, panitia lagu kebangsaan Indonesia Raya berkewajiban mempersatukan kata-kata dan melodi lagu. Panitia diketuai oleh Ir. Soekarno dengan anggota Ki Hajar Dewantara, Sanusi Pane, Mr. Moh. Yamin, Kusbini, Mr. Koesoemo Oetojo, Mr. Ahmad Soebardjo, Mr. Sastro Moeljono, Mr. Samsoedin, Ny. Bintang Soedibjo, Machijar, Darmawijaya, dan Cornel Simanjuntak.
Atas permintaan Soekarno kepada Shimizu, kepala barisan propaganda Jepang (Sendenbu), Chaerul Basri diperintahkan mengambil kain dari gudang di Jalan Pintu Air untuk diantarkan ke Jalan Pegangsaan Nomor 56 Jakarta. Kain ini dijahit oleh Ibu Fatmawati (istri Presiden Soekarno) menjadi bendera.
Mengenal Fatmawati Sebelum Menjahit Bendera Merah Putih
Dilansir dari buku "Sejarah" oleh Prof. Dr. Habib Mustopo dan kawan-kawan, tertulis Fatmawati merupakan perempuan yang dilahirkan di Pasar Padang, Bengkulu pada 15 Januari 1923.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fatmawati menempuh pendidikan di HIS dan sekolah kejuruan. Istri presiden Soekarno ini aktif berorganisasi sejak masih duduk di bangku HIS sebagai pengurus Nasyiatul Aisyiah.
Pada tahun 1938, Fatmawati berkenalan dengan Soekarno. Saat itu, Soekarno menjadi pengajar di Muhammadiyah dan Fatmawati adalah salah satu muridnya. Pada tahun 1943, Soekarno menikahi Fatmawati.
Sejak tahun 1943, Fatmawati tinggal di Jakarta mendampingi Soekarno. Kemudian saat persiapan proklamasi kemerdekaan akan dilangsungkan, Fatmawati membuat bendera Merah Putih dari kain katun Jepang. Bendera tersebut yang kemudian dikibarkan pada proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Bendera Dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta
sejarah merah putih/Foto: pexels.com/Irgi Nur Fadil
Setelah berhasil mengibarkan bendera merah putih pada 17 Agustus 1945, bendera Indonesia ini dibawa presiden, wakil presiden, dan para menteri ke Yogyakarta tahun 1946 karena pada saat itu, Jakarta sedang tidak aman.
Sayangnya tahun 1948, Yogyakarta berhasil ditaklukkan Belanda yang kembali ingin menguasai Indonesia. Alhasil, Presiden Soekarno harus menitipkan bendera tersebut kepada ajudan terpercayanya, Husein Mutahar.
Dijahit Langsung oleh Fatmawati
bendera merah putih/Foto: pexels.com/Irgi Nur Fadil
Seperti yang disinggung sebelumnya, Fatmawati yang notabene istri Soekarno adalah sosok yang menjahit bendera merah putih setelah kembali ke Jakarta dari pengasingan di Bengkulu.
Saat itu, presiden RI pertama tersebut memerintahkan Chaerul Basri untuk mengambil kain di gudang dan mengantarkannya ke Jalan Pegangsaan Nomor 56, Jakarta. Kain tersebut merupakan kain katun halus dengan warna merah dan putih dengan panjang 3 meter dan lebar 2 meter.
Begitu mendapatkan kain tersebut, Fatmawati langsung menjahitnya. Kemudian, kain yang sudah berubah menjadi bendera Indonesia tersebut dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945 di acara proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Foto: pexels.com/Irgi Nur Fadil
Bendera Merah Putih yang berkibar saat proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 memiliki sejarah di baliknya. Sebelum proklamasi terdapat tokoh yang menjahit bendera Merah Putih dari kain. Siapa yang dimaksud?
Tokoh yang menjahit bendera Merah Putih adalah Ibu Fatmawati yang merupakan istri dari presiden Soekarno. Fatmawati berperan menjahit bendera Merah Putih guna membantu persiapan proklamasi kemerdekaan Indonesia.